Thursday, May 19, 2005

Junko Tabei

Suatu hari, seorang gadis mungil diajak mendaki gunung oleh guru disekolahnya. Saat itu ia genap berumur sepuluh tahun. Karena postur tubuhnya yang tak seberapa, gadis mungil itu dianggap rapuh oleh teman sebayanya. Namun perjalanan hari itu ke Mt. Asahi dan Chausu, tempat yang begitu tinggi dan indah, kemudian mengubah hidupnya. Siapa sangka 26 tahun kemudian ia menjadi wanita pertama yang mencapai puncak dunia, Mt. Everest.

Tahun 1939, Junko Tabei lahir di Prefektur Fukushima, semacam kota kabupaten di Jepang. Semasa kuliah di Showa Women's University dimana ia belajar Sastra Inggris, ia aktif dalam kelompok pendaki gunung atau semacam pecinta alam di sini. Kemudian, setelah lulus di tahun 1969, ia mendirikan klub pendaki wanita, Ladies Climbing Club: Japan(LCC).

Junko Tabei sangat mencintai keindahan alam pegunungan. Lagipula mendaki bukanlah olah raga kompetisi, sehingga ia dapat menekuni perjalanan selangkah demi selangkah menurut kemampuannya sendiri. Mendaki juga bukan pacuan, baik dengan orang lain, dengan waktu atau alam. Ia adalah proses menikmati alam itu sendiri. Itulah yang mebuatnya mencintai olahraga ini.

Di tahun 1975 setelah menempuh latihan berat, Junko memimpin pendaki wanita Jepang mendaki puncak Everest. Pendakian ini sejak awal merupakan perjuangan yang maha berat. Ia harus menghadapi banyak penolakan dari pihak sponsor. Zaman itu tak ada yang percaya bahwa wanita bisa mencapai tempat tertinggi di bumi, Mt Everest. Perusahaan demi perusahaan menepis Junko. Namun hal itu tidak mematahkan semangatnya. Hingga pada akhirnya, surat kabar Jepang Yomiuri Shimbun dan Stasiun TV Nihon Television bersedia mendukung ekspedisi wanita ke Everest.

Dari Jepang mereka bertolak ke Kathmandu. Junko dan kawan-kawan merekrut sembilan orang sherpa untuk memandu pendakian melalui rute yang sama yang dilalui oleh Sir Edmund Hillary dan Tenzing Norgay di tahun 1953 silam. Namun tantangan tak berhenti menghadang. Di awal May, tepatnya 4 May 1975 ketika Junko, empat orang anggota tim dan sherpa sedang beristirahat di kemah pada ketinggian 6300 meter terjadi bencana Avalanche. Seluruh tim tertimbun salju dan bongkahan es. Junko sendiri sempat jatuh pingsan selama beberapa menit sebelum salah seorang sherpa menyelamatkan nyawanya dengan menggalinya keluar dari timbunan salju.

Namun wanita mungil itu tak kenal menyerah. Sejak Avalanche itu Junko bahkan semakin bersemangat untuk menaklukan gunung itu. Setelah memastikan semua anggota timnya selamat mereka melanjutkan pendakian. Junko mendaki hingga badannya penuh luka, memar dan hampir tak mampu lagi berjalan. Namun ia memimpin tim nya dengan merangkak, merayap, dan berjalan dengan lututnya. 12 hari setelah bencana Avalanche itu, Junko Tabei menjejakkan kakinya di titik tertinggi Everest. Ia menjadi wanita pertama di dunia yang mencapai puncak dunia.

Namun prestasi hebat itu belum menghentikannya, ia bercita-cita mendaki gunung di seluruh negara di dunia. Pada usia ke 53 ia telah mendaki 69 gunung di berbagai negara. Dan ia juga tercatat sebagai wanita pertama yang mencapai Seven Summit yaitu tujuh puncak tertinggi di dunia.

Meskipun tak banyak yang mengetahui namanya, langkah mungil Junko Tabei, memberi makna bagi tekad dan kekuatan bagi kaum wanita. Sebagaimana layaknya wanita Asia ia juga sangat mencintai keluarganya. Dalam berbagai kesempatan Junko mendaki gunung Fuji dan beberapa gunung lain di jepang bersama suaminya. Kini di usia tuanya, ia melanjutkan kecintaannya pada alam dengan aktif dalam Himalayan Adventure Trust of Japan, sebuah organisasi global untuk kelestarian gunung.


Diterjemahkan dan disarikan dari berbagai sumber.

Hari Kartini dah lewat, tapi gak papa kan kalo gw dedikasikan buat kaum hawa di Indonesia? :-)

1 comment:

mpokb said...

karena aye perempuan, terima kasih atas postingannya.. tapi, bener gak sih justru yg berbadan mungil biasanya lebih kuat mendaki? soalnya kan jalannya lebih enteng, gitu.. maap kalo salah :)