Monday, July 12, 2004

Sepenggal Rahasia Hati

Musik berdebam makin cepat dan makin keras. Suara manusia hingar bingar memenuhi ruangan. Di atas meja bar licin, Dona makin gila menari. Tangannya terangkat tinggi2 bergerak cepat meningkahi pusingan cakra sang DJ. Di tangan kanannya tergenggam sebotol bir dingin. Minuman keras itu membasahi wajah, leher, dada, hampir seluruh tubuhnya. Gerakannya sudah mekanis nyawanya seakan terbang entah kemana.

Di bawahnya para lelaki mendongak meneteskan liur mereka. G-String warna hitamnya bagaikan menyedot isi kepala lelaki dibawahnya. Dona tak peduli, bahkan tariannya makin menggila. Isi botol dituangkannya meluap perlahan dari leher menurun ke belahan dadanya yang indah. Tempat terbaik untuk menikmati air api.

***

Sejak berangkat ke Jakarta, Dona bertekad bulat. Mengalahkan ibukota dan menundukkan kaum lelaki dibawah stilletonya yang sexy. Kota kecil di Timur Jawa ini bukan tandingannya lagi. Kamis pahing ini, mamanya yang sederhana melepas kepergiannya di stasiun. Buah hatinya tampak begitu dewasa dibalut pakaian sexy ala anak kota. Tapi dimata mama, Dona tetaplah gadis kecilnya yang lugu.

Gumarang mendengus keras, kaki-kakinya yang kekar menjejak logam berdebu meluncur perlahan meninggalkan mama di sisi peron yang sepi. Sesekali pedagang asongan melintas menghalangi wajah mama. Detik-demi detik citra itu mengecil dan mata cantik Dona tak kuasa menahan kesedihan. Dengan sehelai saputangan sutra pemberian mama Dona mengusap airmatanya. Pandangannya menerawang jauh ke birunya gunung di kejauhan. "Hati-hati ya Ma..."

***

Dona adalah gadis yang memiliki sebuah kombinasi langka, kecerdasan dan kecantikan sekaligus. Hal itu lebih dari cukup untuk menarik perhatian pria tak juga Joe. Setiap gerak-gerik gadis itu terekam dengan baik dalam ingatannya. Sejak mereka mulai bersahabat tiga tahun lalu sobatnya ini terlihat begitu sempurna.

Dona memang gadis yang enerjik. Hari-harinya dihiasi keceriaan. Sulit menangkap kegelisahan di lesung pipitnya yang indah itu bahkan untuk yang sedekat Joe. Pikiran pemuda gagah itu terbang dipacu ninja hitamnya. Sekilas-sekilas terbayang Dona yang mendekap punggungnya begitu erat dua hari lalu. Nilai-nilai ujiannya tidak buruk, tapi Dona tampaknya enggan bercakap2 dengannya. Joe mengerti bahasa tubuh itu, ia memeriksa klip helm di dagu Dona, memutar kunci sepeda motornya dan mengantar pulang gadis itu pulang.

"Bangsat! Gak punya mata loe?!" Seorang bapak gendut memaki.

Joe segera menekan remnya kuat2. Hampir saja motornya menabrak bapak itu. "Duh maaf pak... Bapak gak papa kan? Maaf banget pak saya terburu2... soalnya ada keperluan penting..."

Untung tak ada yang terluka. Joe kembali memacu ninja hitamnya menerjang jalan raya bogor. Jantungnya berdebar makin keras mengingat sobatnya yang terbaring sendirian. Joe terbang seperti setan membelah malam.

***

"Ampun pa, jangan pa...!" Dona merintih lirih. Dengan sisa-sisa tenaganya ia menolak tubuh kekar Papa. Dari belakang mama menariknya kuat2. "Jangan pa, dia anakmu pa...!" Hanya dengan satu gerakan tangan saja, mama terpelanting keras. Kepalanya terantuk dinding jatuh tak sadarkan diri. Wajahnya lebam dan dari sudut bibirnya darah segar mengalir membasahi dagunya.

Ingatan itu tersimpan dalam-dalam di hati Dona. Ia ingin menghalaunya jauh-jauh, tapi bayangan itu seperti film yang diputar berulang-ulang tak ada habisnya. Itu sebabnya mama sangat gembira ketika Dona berhasil masuk kuliah di Jakarta. Mama berharap suasana baru dapat menghiburnya. Di Jakarta perangai Dona memang lebih ceria, namun itu karena rasa dendam di bawah sadarnya. Ia sangat menikmati setiap permainannya membuat banyak pria patah hati.

"Gue kan nggak salah Joe. Gue gak pernah minta apa2. Bukankah sudah hak gue utk menolak?" jawabnya setiap kali Joe menegurnya. "Sudahlah Joe sayang, kita nikmati aja hidup ini. Lets go to Starbuck... on my treat deh..." rayu Dona.

***

Dokter dan seorang polisi menyambutnya di depan pintu UGD. Joe segera menghambur ke dalam. Para perawat melepas penyangga kehidupan dari tubuh pucat Dona. Joe masih tak percaya. Ia membasuh dahi sobatnya itu dengan lembut dan berbisik di telinga Dona.

"Na, ini gw Joe, Na. Bangun dong Na... Bangun...!" usaha Joe sia2. Sobatnya diam tak bergerak. Wajahnya tertidur damai dibalik seprai putih rumah sakit.

"Bajingan loe Frank!" tinju Joe menghantam dagu Franky. Pak polisi memegangi badan Joe. Teriakannya melolong menghantam dinding2 tua rumah sakit cipto.

Tadi sore Patty dan Franky pacarnya yang mengajak Dona melupakan penatnya kehidupan di Diskotik M. Sejurus kemudian mereka melupakan Dona. Di dalam mobil yang diparkir tak jauh dari situ mereka bercinta. Kesedihan Dona memang sirna lewat alkohol. Namun beberapa jam kemudian polisi menemukan gadis malang itu sekarat di tepi sebuah jalan di kota. Tubuhnya yang setengah bugil dikotori sperma para lelaki tak dikenal.

"Tiit..." sebuah pesan pendek masuk ke handphone Joe.

"Joe sayang, ke kost ku dong... Buruan ya... Papa datang...!"





Jakarta, 12 Juli 2004


No comments: